Thursday 21 November 2013

Proposal Ajaib

Maukah bapak, mengijinkan putri bapak setiap hari bangun dan solat subuh bersama saya. Gak cuma solat subuh aja sih Pak,solat-solat lainnya dari solat wajib sampe tahajud juga saya yang jadi imam putri Bapak. Pagi-pagi putri Bapak bikin sarapan untuk saya, pas saya makan siang bekalnya dari putri Bapak, pulang kerja walaupun putri Bapak capek tapi masih menyempatkan bikin kopi tubruk sama masakan kesukaan saya. Kayaknya tiap hari sayaaaa melulu yang diurusin. Apalagi kalo saya sakit! Gakpapa ya Pak kalo saya demam yang bikinin bubur dan yang begadang semaleman ngompres jidat saya pake handuk basah sambil menggenggam tangan saya itu putri Bapak. Hanya putri Bapak seorang koq!

Maaf Pak kalau mulai ramadhan tahun ini mungkin putri Bapak gak bisa setiap hari nemenin tarawih, sahur sama buka puasa dirumah Bapak lagi. Nanti kalau Bapak kangen kolak sama pisang ijo spesial buatan putri Bapak, pasti kami kirimkan ke rumah koq buat Bapak dan Ibu. Malam takbiran sampai solat Ied kami insyaallah ada di rumah Bapak tapi maaf ya Pak kalau siangnya putri Bapak saya culik untuk berlebaran di rumah mertuanya. Kalau hari sabtu mungkin kami baru sempat berkunjung ke rumah Bapak siang hari karena paginya kami sibuk mengurus rumah dan calon anak-anak kami. Tapi tenang Pak,Bapak pasti saya temani nonton tinju dan begadang nonton bola sampai pagi!

Pak, kalau kelak putri Bapak sudah mulai ngidam calon anak saya, maaf nih Pak kalau saya ribet nanya2 Bapak dan Ibu gimana cara menghadapi putri Bapak yang lagi hobi muntah2 dan senewen ngidam rambutan padahal lagi gak musim. Maaf juga kalau saya tidak selalu menemani putri Bapak kontrol kehamilan karena terkadang ada kesibukan kerja yang tidak bisa ditinggal. Saya lembur cari uang cadangan Pak, kalau-kalau calon cucu Bapak harus lahir lewat operasi caesar. Kalo calon cucu Bapak sudah lahir nanti saya yang adzan ditelinganya,sama seperti dulu Bapak adzan di telinga putri Bapak yang sekarang jadi ibu anak saya. Bapak mau dipanggil apa? Kakek? Eyang? Mbah Kakung? Opa? Jangan cemburu ya Pak kalau cucu Bapak lebih dulu bisa bilang “papa” dibanding bilang “kukung”. Nanti Pak, kalau cucu Bapak sudah sedikit lebih besar, kita jalan-jalan sekeluarga. Jangan khawatir Pak sama kaki Bapak yang rheumatik dan asam urat, saya yang jadi supirnya. Bapak tinggal duduk manis aja sambil pangku si kecil.

Setelah itu selama bertahun-tahun ke depan pasti saya masih ngerepotin Bapak dan Ibu dengan segudang pertanyaan dan curhatan, mulai dari gimana cara ganti popok, gimana cara menghadapi cucu Bapak yang beranjak ABG, sampai sekian tahun kemudian saya curhat tentang cucu Bapak yang sudah mau meminang anak gadis orang.

Yah intinya sih,sebagai awalnya,mulai sekarang dan sekian tahun kedepan,saya mau minta ijin mengganti predikat putri Bapak sebagai istri saya sekaligus calon ibu anak-anak saya. Boleh gak Pak? Boleh yaa.. :)

Proposal itu harus jelas dan visioner bro! Lamaran panjang lebar versi alternatif dr buatan Yunus-Kinsi,haha! Ngelamar langsung ke cewek yg bersangkutan mah standar,tapi berani gak ngelamar kaya gini ke bapaknya si cewek? Peluang jantung deg2an gak karuan plus banjir keringet dingin sih lebih pol2an. Apalagi kalo bokapnya berkumis baplang dan doyan bawa badik :D

sumber : Tumblr, sufiawan

wahai wanita cintailah pria yang mencintaimu, bkn hanya sekedar memilih

Bagi para cowok, kalau ditolak adalah hal yang biasa. Memang sedih untuk sesaat. Tapi tidak untuk meratapinya. Lagipula cowok didesain lebih banyak “bermain” pikiran, daripada perasaan. Masalahnya, apakah para cewek siap kalau ditolak cowok setelah “menang” milih cowok yang mana aja??? Untuk menjawab pertanyaan ini, aku mau membagikan hal ini kepada para wanita, khususnya. Paling tidak ada dua wanita yang paling dekat denganku, yang aku ketahui sangat bahagia. Pertama adalah ibuku sendiri. Ya, mama. Ibuku melepaskan masa gadisnya ketika usianya 23 tahun, dilamar ayahku, seorang pria tampan berumur 32 tahun dengan tubuh proposional. Ketika pertama kali bertemu ibuku, ayahku benar-benar jatuh cinta kepadanya. Padahal saat itu, seorang wanita sedang tergila-gila kepadanya dan menjadi begitu agresif. Ia ingin memiliki ayahku. Tetapi sebenarnya pria tidak bisa berdusta, dan jarang berpura-pura. Ayahku tidak mencintainya. Namun wanita itu memaksanya. Ayahku pria sejati yang harus selalu memulai dan tidak bisa didahului seperti itu. Kepada ibukulah, ayahku jatuh cinta. Mereka menikah pada tahun 1978. Ayahku berkali-kali jatuh cinta dengan wanita yang sama, yaitu ibuku. Usia pernikahan mereka sudah 29 tahun dan perkawinan mereka bertambah kuat dari hari ke hari. Aku pikir, ibuku adalah wanita yang paling bahagia di bumi ini karena dia tahu kuncinya. Dia dicintai dan diperlakukan bak ratu. Kemudian yang kedua, saudaraku satu-satunya. Adik perempuanku yang manis itu. Di usianya yang 26 tahun seorang pria yang sangat mencintainya dan telah setia menunggunya selama 6 tahun, menyatakan keinginannya untuk menghabiskan waktunya nanti bersamanya. Meskipun enam tahun yang lalu, adikku tidak meresponinya, namun akhirnya ia luluh juga. Kali ini adikku tahu kuncinya: bahwa wanita didesain untuk DICINTAI dan bukan memulai untuk mencintai. Sebelumnya, aku tahu adikku berharap dapat menjalani hubungan dengan seorang pria gagah dari angkatan laut. Namun pria itu ternyata tidak sepenuh hati mencintainya. Ia sadar, bahwa ia harus melupakan pria itu dan memberi kesempatan untuk yang lain. Hari ini adikku, diperlakukan bak ratu oleh kekasihnya. Begitu dicintai, dilindungi, diperhatikan dan hubungan mereka semakin menunjukkan kualitas yang semakin baik, hari ke hari. Aku pikir, adikku wanita yang paling bahagia saat ini. Karena seorang pria datang kepadanya dan mencintainya dengan sepenuh hati dan sepenuh jiwa. Sebaliknya, aku menemukan ada wanita yang memulai terlebih dahulu, begitu agresif dan sangat mencintai seorang pria dan akhirnya memang mendapatkannya dan bahkan menikah dengannya. Namun sayang, sesungguhnya dia tidak pernah mendapatkan cinta dari suaminya. Karena suaminya punya cinta yang lain. Dan wanita itu harus membayar harganya. Sangat mahal. Ia harus berkorban selama perkawinannya berlangsung. Ia harus berkorban materi yang terus-menerus dan yang paling menyedihkan selalu korban perasaan. Padahal bukankah seharusnya suaminya yang memenuhi kebutuhan materinya? Muka mereka menjadi begitu kusut dan tubuh mereka menjadi begitu kering. Karena tidak ‘disirami’ cinta suaminya. Karena sekali lagi, suaminya punya cinta yang lain. Para wanita, daripada engkau mencintai pria yang tidak mencintaimu, atau hanya sekedar berpura-pura mencintaimu, mengapa engkau tidak belajar mencintai pria yang sangat mencintaimu dan memperlakukanmu dengan begitu berharga? Mungkin awalnya engkau tidak begitu menyukainya. Namun jika mengingat bahwa ia begitu mencintaimu, mengapa wanita tidak mencoba untuk BELAJAR mencintainya dan memberinya kesempatan. Percayalah bahwa dalam kamus pria tidak ada istilah BELAJAR mencintai. Mau wanita yang ditujunya seperti apa, mau gemuk, mau pendek, mau rada tulalit atau sebut saja kekurangan lainnya, percayalah bahwa pria adalah makhluk yang jatuh cinta, bukan belajar untuk mencintai. Tetapi, wanita bisa BELAJAR mencintai. Tatkala melihat kegigihan seorang pria yang tidak pernah berhenti menakhlukkan hatinya, tatkala melihat pengorbanan, perhatian dan kasih sayang yang diberikan, aku mendengar banyak kesaksian akhirnya wanita menyerah. Berdasarkan apa yang aku lihat, bahkan aku mengadakan riset untuk hal ini, wanita yang bijak adalah wanita yang jatuh cinta dengan pria yang terlebih dahulu jatuh cinta kepadanya. Bukan jatuh cinta dengan pria yang pura-pura jatuh cintanya kepadanya. Bagi pria, Anda dilarang untuk berpura-pura jatuh cinta. Karena setelah engkau menjalaninya, lama-lama pura-pura itu akan hilang dan engkau pasti akan berkelana mencari cinta yang lain. Bukan yang pura-pura. Karena bagaimanapun engkau tidak bisa membohongi dirimu sendiri. Kalau aku mencoba untuk pura-pura mencintai wanita yang pernah sangat mencintaiku, mungkin hari ini aku sudah memiliki anak dengannya dan sudah menjadi orang kaya secara materi. Tetapi aku pasti membuatnya menderita karena kepura-puraan itu. Aku akan berkelana mencari cinta yang lain. Dan itu sangat menyakitkan. Karena hubungan itu sudah sampai kepada pernikahan, mau tidak mau kita harus tetap meneruskannya, kalau tidak mau anak-anak yang menjadi korban perceraian. Namun harganya terlalu mahal untuk dibayar. Para pria tidak dibenarkan untuk menjadi begitu brengsek dan memanfaatkan wanita yang jatuh cinta kepadanya, sementara itu sendiri punya cinta yang lain. Para pria tidak dibenarkan menjadi begitu bejat untuk memanfaatkan uang, fasilitas dan materi yang diberikan oleh wanita yang mencintainya, dengan harapan bisa mendapatkan cinta sang pria. Itu pria yang licik dan pengecut. Untuk para wanita, mungkin kalian gelisah di usia yang hampir menginjak kepala tiga belum menemukan pasangan sejati. Mungkin ia sudah datang, tetapi Anda menolaknya. Karena memang anda didesain untuk “menang nolak”. Tetapi mungkin saja anda lupa kuncinya. Kuncinya adalah anda sebaiknya jangan memulai terlebih dahulu dan kalau sulit menjangkaunya, anda menjadi begitu agresif. Anda harus tahu kuncinya bahwa anda didesain untuk dicintai dan diperlakukan bak ratu. Bukan menjadi seorang yang mengejar-ngejar pria. Berulang kali kukatakan kepada teman-teman wanitaku. “Kalau ada seorang pria yang datang kepada kalian dan menyatakan cintanya, berpikirlah dua kali untuk menolaknya.” Jangan sampai anda menyesal di kemudian hari. Aku tidak menyarankan kalian untuk terburu-buru menjawab, “Ya”. Aku hanya mengatakan, “Berpikir dua kali terlebih dahulu untuk menolaknya.” Siapa tahu, ini cinta sejatimu? Wanita, anda begitu berharga. Ciptaan terindah. Anda ditentukan untuk begitu dicintai, dikagumi, dilindungi, dikasihi, diperhatikan, diayomi dan aku tidak tahu harus menyebutnya apa lagi… Kalian ditentukan untuk diperlakukan bak ratu setiap hari. Karena manusia ditentukan untuk hidup berpasang-pasangan, hai para wanita, bersiap-siaplah seorang pangeran cinta datang kepadamu, menyatakan betapa ia ingin menghabiskan waktunya bersamamu, dan memberikan seluruh cintanya kepadamu. Namun, ketika pangeran cinta itu datang, apakah engkau akan langsung menolaknya? atau “berpikirlah dua kali untuk berkata ‘tidak’”, karena siapa tahu ini orang yang akan memperlakukanmu bak ratu. Tidak peduli bentuk fisikmu, tidak peduli tingkat pendidikanmu bahkan tidak peduli masa lalumu. Ia akan datang dengan kata-kata ini, “Aku mencintaimu walaupun…..”
gak tau siapa penulisnyaaa tapi keren bangeeetttt

Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau tetapi Sekaligus “Menakutkan”

Setiap acara wisuda di kampus ITB selalu ada pidato sambutan dari salah seorang wisudawan. Biasanya yang terpilih memberikan pidato sambutan adalah pribadi yang unik, tetapi tidak selalu yang mempunyai IPK terbaik. Sepanjang yang saya pernah ikuti, isi pidatonya kebanyakan tidak terlalu istimewa, paling-paling isinya kenangan memorabilia selama menimba ilmu di kampus ITB, kehidupan mahasiswa selama kuliah, pesan-pesan, dan ucapan terima kasih kepada dosen dan teman-teman civitas academica.
Namun, yang saya tulis dalam posting-an ini bukan pidato wisudawan ITB, tetapi wisudawan SMA di Amerika. Beberapa hari yang lalu saya menerima kiriman surel dari teman di milis dosen yang isinya cuplikan pidato Erica Goldson (siswi SMA) pada acara wisuda diCoxsackie-Athens High School, New York, tahun 2010. Erica Goldson adalah wisudawan yang lulus dengan nilai terbaik pada tahun itu. Isi pidatonya sangat menarik dan menurut saya sangat memukau. Namun, setelah saya membacanya, ada rasa keprihatinan yang muncul (nanti saya jelaskan).Cuplikan pidato ini dikutip dari tulisan di blog berikut:http://pohonbodhi.blogspot.com/2010/09/you-are-either-with-me-or-against-me.html“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di kelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada.
Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa saya telah selesai mengikuti periode indoktrinasi ini. Saya akan pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan kepada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja.
Tetapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat.
Saat anak-anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik membaca hobi-hobi mereka, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR saya. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walaupun saya tidak membutuhkan itu. Jadi, saya penasaran, apakah benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Tentu, saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nantinya? Saat saya meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya akan tersesat dalam kehidupan saya?
Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar. Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan…….”
Hmmm… setelah membaca pidato wisudawan terbaik tadi, apa kesan anda? Menurut saya pidatonya adalah sebuah ungkapan yang jujur, tetapi menurut saya kejujuran yang “menakutkan”. Menakutkan karena selama sekolah dia hanya mengejar nilai tinggi, tetapi dia meninggalkan kesempatan untuk mengembangkan dirinya dalam bidang lain, seperti hobi, ketrampilan, soft skill, dan lain-lain. Akibatnya, setelah dia lulus dia merasa gamang, merasa takut terjun ke dunia nyata, yaitu masyarakat. Bahkan yang lebih mengenaskan lagi, dia sendiri tidak tahu apa yang dia inginkan di dalam hidup ini.
Saya sering menemukan mahasiswa yang hanya berkutat dengan urusan kuliah semata. Obsesinya adalah memperoleh nilai tinggi untuk semua mata kuliah. Dia tidak tertarik ikut kegiatan kemahasiswaan, baik di himpunan maupun di Unit Kegiatan Mahasiswa. Baginya hanya kuliah, kuliah, dan kuliah. Memang betul dia sangat rajin, selalu mengerjakan PR dan tugas dengan gemilang. Memang akhirnya IPK-nya tinggi, lulus cum-laude pula. Tidak ada yang salah dengan obsesinya mengejar nilai tinggi, sebab semua mahasiswa seharusnya seperti itu, yaitu mengejar nilai terbaik untuk setiap kuliah. Namun, untuk hidup di dunia nyata seorang mahasiswa tidak bisa hanya berbekal nilai kuliah, namun dia juga memerlukan ketrampilan hidup semacam soft skill yang hanya didapatkan dari pengembangan diri dalam bidang non-akademis.
Nah, kalau mahasiswa hanya berat dalam hard skill dan tidak membekali dirinya dengan ketrampilan hidup, bagaimana nanti dia siap menghadapi kehidupan dunia nyata yang memerlukan ketrampilan berkomunikasi, berdiplomasi, hubungan antar personal, dan lain-lain. Menurut saya, ini pulalah yang menjadi kelemahan alumni ITB yang disatu sisi sangat percaya diri dengan keahliannya, namun lemah dalam hubungan antar personal. Itulah makanya saya sering menyemangati dan menyuruh mahasiswa saya ikut kegiatan di Himpunan mahasiswa dan di Unit-Unit Kegiatan, agar mereka tidak menjadi orang yang kaku, namun menjadi orang yang menyenangkan dan disukai oleh lingkungan tempatnya bekerja dan bertempat tinggal. Orang yang terbaik belum tentu menjadi orang tersukses, sukses dalam hidup itu hal yang lain lagi.
Menurut saya, apa yang dirasakan wisudawan terbaik Amerika itu juga merupakan gambaran sistem pendidikan dasar di negara kita. Anak didik hanya ditargetkan mencapai nilai tinggi dalam pelajaran, karena itu sistem kejar nilai tinggi selalu ditekankan oleh guru-guru dan sekolah. Jangan heran lembaga Bimbel tumbuh subur karena murid dan orangtua membutuhkannya agar anak-anak mereka menjadi juara dan terbaik di sekolahnya. Belajar hanya untuk mengejar nilai semata, sementara kreativitas dan soft skill yang penting untuk bekal kehidupan terabaikan. Sistem pendidikan seperti ini membuat anak didik tumbuh menjadi anak “penurut” ketimbang anak kreatif.
Baiklah, pada bagian akhir tulisan ini saya kutipkan teks asli (dalam Bahasa Inggris) Erica Goldson di atas agar kita memahami pidato lengkapnya. Teks asli pidatonya dapat ditemukan di dalam laman web ini: Valedictorian Speaks Out Against Schooling in Graduation Speech .
Valedictorian Speaks Out Against Schooling in Graduation Speech
by Erica Goldson
Here I stand
There is a story of a young, but earnest Zen student who approached his teacher, and asked the Master, “If I work very hard and diligently, how long will it take for me to find Zen? The Master thought about this, then replied, “Ten years.” The student then said, “But what if I work very, very hard and really apply myself to learn fast – How long then?” Replied the Master, “Well, twenty years.” “But, if I really, really work at it, how long then?” asked the student. “Thirty years,” replied the Master. “But, I do not understand,” said the disappointed student. “At each time that I say I will work harder, you say it will take me longer. Why do you say that?” Replied the Master, “When you have one eye on the goal, you only have one eye on the path.”
This is the dilemma I’ve faced within the American education system. We are so focused on a goal, whether it be passing a test, or graduating as first in the class. However, in this way, we do not really learn. We do whatever it takes to achieve our original objective.
Some of you may be thinking, “Well, if you pass a test, or become valedictorian, didn’t you learn something? Well, yes, you learned something, but not all that you could have. Perhaps, you only learned how to memorize names, places, and dates to later on forget in order to clear your mind for the next test. School is not all that it can be. Right now, it is a place for most people to determine that their goal is to get out as soon as possible.
I am now accomplishing that goal. I am graduating. I should look at this as a positive experience, especially being at the top of my class. However, in retrospect, I cannot say that I am any more intelligent than my peers. I can attest that I am only the best at doing what I am told and working the system. Yet, here I stand, and I am supposed to be proud that I have completed this period of indoctrination. I will leave in the fall to go on to the next phase expected of me, in order to receive a paper document that certifies that I am capable of work. But I contend that I am a human being, a thinker, an adventurer – not a worker. A worker is someone who is trapped within repetition – a slave of the system set up before him. But now, I have successfully shown that I was the best slave. I did what I was told to the extreme. While others sat in class and doodled to later become great artists, I sat in class to take notes and become a great test-taker. While others would come to class without their homework done because they were reading about an interest of theirs, I never missed an assignment. While others were creating music and writing lyrics, I decided to do extra credit, even though I never needed it. So, I wonder, why did I even want this position? Sure, I earned it, but what will come of it? When I leave educational institutionalism, will I be successful or forever lost? I have no clue about what I want to do with my life; I have no interests because I saw every subject of study as work, and I excelled at every subject just for the purpose of excelling, not learning. And quite frankly, now I’m scared.
John Taylor Gatto, a retired school teacher and activist critical of compulsory schooling, asserts, “We could encourage the best qualities of youthfulness – curiosity, adventure, resilience, the capacity for surprising insight simply by being more flexible about time, texts, and tests, by introducing kids into truly competent adults, and by giving each student what autonomy he or she needs in order to take a risk every now and then. But we don’t do that.” Between these cinderblock walls, we are all expected to be the same. We are trained to ace every standardized test, and those who deviate and see light through a different lens are worthless to the scheme of public education, and therefore viewed with contempt.
H. L. Mencken wrote in The American Mercury for April 1924 that the aim of public education is not “to fill the young of the species with knowledge and awaken their intelligence. … Nothing could be further from the truth. The aim … is simply to reduce as many individuals as possible to the same safe level, to breed and train a standardized citizenry, to put down dissent and originality. That is its aim in the United States.”
To illustrate this idea, doesn’t it perturb you to learn about the idea of “critical thinking?” Is there really such a thing as “uncritically thinking?” To think is to process information in order to form an opinion. But if we are not critical when processing this information, are we really thinking? Or are we mindlessly accepting other opinions as truth?
This was happening to me, and if it wasn’t for the rare occurrence of an avant-garde tenth grade English teacher, Donna Bryan, who allowed me to open my mind and ask questions before accepting textbook doctrine, I would have been doomed. I am now enlightened, but my mind still feels disabled. I must retrain myself and constantly remember how insane this ostensibly sane place really is.
And now here I am in a world guided by fear, a world suppressing the uniqueness that lies inside each of us, a world where we can either acquiesce to the inhuman nonsense of corporatism and materialism or insist on change. We are not enlivened by an educational system that clandestinely sets us up for jobs that could be automated, for work that need not be done, for enslavement without fervency for meaningful achievement. We have no choices in life when money is our motivational force. Our motivational force ought to be passion, but this is lost from the moment we step into a system that trains us, rather than inspires us.
We are more than robotic bookshelves, conditioned to blurt out facts we were taught in school. We are all very special, every human on this planet is so special, so aren’t we all deserving of something better, of using our minds for innovation, rather than memorization, for creativity, rather than futile activity, for rumination rather than stagnation? We are not here to get a degree, to then get a job, so we can consume industry-approved placation after placation. There is more, and more still.
The saddest part is that the majority of students don’t have the opportunity to reflect as I did. The majority of students are put through the same brainwashing techniques in order to create a complacent labor force working in the interests of large corporations and secretive government, and worst of all, they are completely unaware of it. I will never be able to turn back these 18 years. I can’t run away to another country with an education system meant to enlighten rather than condition. This part of my life is over, and I want to make sure that no other child will have his or her potential suppressed by powers meant to exploit and control. We are human beings. We are thinkers, dreamers, explorers, artists, writers, engineers. We are anything we want to be – but only if we have an educational system that supports us rather than holds us down. A tree can grow, but only if its roots are given a healthy foundation.
For those of you out there that must continue to sit in desks and yield to the authoritarian ideologies of instructors, do not be disheartened. You still have the opportunity to stand up, ask questions, be critical, and create your own perspective. Demand a setting that will provide you with intellectual capabilities that allow you to expand your mind instead of directing it. Demand that you be interested in class. Demand that the excuse, “You have to learn this for the test” is not good enough for you. Education is an excellent tool, if used properly, but focus more on learning rather than getting good grades.
For those of you that work within the system that I am condemning, I do not mean to insult; I intend to motivate. You have the power to change the incompetencies of this system. I know that you did not become a teacher or administrator to see your students bored. You cannot accept the authority of the governing bodies that tell you what to teach, how to teach it, and that you will be punished if you do not comply. Our potential is at stake.
For those of you that are now leaving this establishment, I say, do not forget what went on in these classrooms. Do not abandon those that come after you. We are the new future and we are not going to let tradition stand. We will break down the walls of corruption to let a garden of knowledge grow throughout America. Once educated properly, we will have the power to do anything, and best of all, we will only use that power for good, for we will be cultivated and wise. We will not accept anything at face value. We will ask questions, and we will demand truth.
So, here I stand. I am not standing here as valedictorian by myself. I was molded by my environment, by all of my peers who are sitting here watching me. I couldn’t have accomplished this without all of you. It was all of you who truly made me the person I am today. It was all of you who were my competition, yet my backbone. In that way, we are all valedictorians.
I am now supposed to say farewell to this institution, those who maintain it, and those who stand with me and behind me, but I hope this farewell is more of a “see you later” when we are all working together to rear a pedagogic movement. But first, let’s go get those pieces of paper that tell us that we’re smart enough to do so!!!

sumber : Alumnus ITB

Friday 25 January 2013

First Love

temanya first love, wahhh susah untuk diceritakan kalau cinta pertama itu yah :D
hmmm mau sedikit cerita aja tentang my first love hihiii :D
dimulai dari mana yaa?? hehehee, oke dimulai dari siniii.....
aku pertama mengenal dia sewaktu smp kls3 di tempat bimbel, pertama aku melihatnya dia seseorang laki-laki yang pendiam, pintar, agak menyendiri, putih, tinggi, senyumnya manis :) dan itu hanya sekilas.
2 tahun kita pisah, sudah sibuk dengan SMA masing", kelas 2 SMA kita bertemu lagi di tempat bimbel yg sama, dia masih inget aku dan sebaliknya, sebelumnya dia mantan sahabat aku sudah lumayan mereka jadian cukup lama. jadi agak nyambung kalau ngombrol.
kita sekelas dibimbel, kita bercanda bareng, ketawaa bareng, sindir"an, enjoy it pokoknya. dan mulai saat itu aku baru sadar ternyata dia asik buat di ajak teman deket, baik orgnya tapi kadang pelit. hehehee
dia mulai deket deket dan deket sm aku saat bulan januari smp agustus, sedih, seneng, kesel, marah, jengkel, gembira udah kita lewatin bersama selama 8 bulan itu, kita selalu berantem, ada aja hal yg buat kita berantem mulai hal sepele sampai serius, tapi ujung"nya kita baik kok :)
saat itulah dia mengutarakan rasa cinta, dan saat itulah aku baru membuka hati untukNya sebagai cinta pertamaku. dia baik, pintar, ganteng kok :) hehehee
3,5 kita menjalin sebuah hubungan, dan di akhir tahun, mungkin rasa bosan itu muncul dan akhirnya dia memutuskan sebuah hubungan yg sudah kita jalani 3,5 bln, sedih, kecewa tapi apa blh buat itu sebuah keputusan. kita putus baik". mungkin berteman itu lebih baik dan lebih mengasikan dari pada harus berpacaran, mungkin :)
yap! terlalu banyak kenangan bersama-Nya susah juga untuk dilupakan, tapi kenangan itu pasti susah untuk dilupakan, semua itu butuh proses, dan proses itu begitu lama, lama dan lama. mungkin berbeda dengan dia yg sudah bisa membuka hatinya untuk wanita lain. tapi aku?? tidak, tidak segampang itu :)

Cinta

Mungkin sudah banyak membahas tentang First Love dan mungkin sudah pernah merasakan apa arti dari cinta pertama. hhmmmm susah yaa untuk dideskripsikannya hehee :D
yap, pas diumur yg ke-17 aku merasakan apa itu arti dari First Love, cinta?? cinta ituuu yang tadinya berfikir logis menjadi lewat perasaan, perasaan itu membuat galau dan itulah yang sering dirasakan :D
cinta itu membuat kita senang, gembira, tertawa, tersenyum, marah, kesal dan bisa membuat kita kecewa, sedih dan menangis karena cinta, apalagi itu cinta pertama :)
cinta itu keputusan bukan kebetulan, cinta itu hadir bukan tanpa diundang. Perasaan atau cinta tidak pernah rumit tetapi orang-oranglah yang membuat rumit. cinta itu kamu menerima apa adanya karena ia adalah bagian hidup kamu.
A man can love a million girls, but only a REAL man can love girl in a million ways
Gravitation is not responsible for people falling in love - Albert Einstein
Intinya Cinta itu susah untuk di deskripsikan, tapi cinta bisa dirasakan. mencintai seseorang itu boleh, tapi ingat jangan melebihi cinta kita kepada ALLAH SWT :)


Tuesday 1 November 2011

CERITA LUCU (Stop mbak e suaramu ancur tenan)

Sorepun tiba..”Selamat Sore”. Aku pun saatnya mandi sore...Jebar..jebur... dan seperti biasa,kegiatan rutin aku kalau lagi di dalem kamar mandi yaitu NYAYI..syalalalalala.. walaupun sedikit ancurrr.Hahahah :D. Suatu ketika aku teringat nyanyian Kotak-Pelan-pelan saja,aku suka banget suaranya Ka Tantri-Kotak kerennnnn,suaranya serak-serak membecekan gitu,trus bisa banget nada tinggi,pokoknya keren deh. Dan sewaktu di alam kehidupanku (kamar mandi) aku coba-coba berhadiah,ehmm nyayi lagu Pelan-pelan saja,dan seperti biasa aku dengan style over actingnya ngikutin gaya suara Ka Tantri,depan-depannya sih oke-oke aja gak ada halangan yang merintang tapi pas nada tinggi yang “pelan-pelan sajaaa.....” udah kaya nelen batu kali (yang mungkin gak bisa ketelen-telen tuh batu) anccuurrrr gila kagak kuat manjat suaranya. Ehhmm..dan percobaan ngikutin suara Ka Tantripun GATOT alisan gagal total (eeiittss sponsor). Dan aku gak menyerah gitu aja donk,aku nyanyi untuk ke dua kalinya dan seperti biasa depan-depannya oke-oke aja asiikk gituu bahkan sampe menghayati banget sampe-sampe gayung seakan-akan udah kaya mic,botol sampo dan teman-temannya udah kaya penonton yang sangat histeris mendengar suara pute (histeris minta di timpuk).kwkwkwkwk :D. Dan lagi-lagi pas nada tinggi “pelan-pelan saja...” suara udah kaya kodok mencret,sumpah ancurrr bangettttt. Dan yang paling mengagetkan tiba-tiba di luar kamar mandi,bunda teriak dengan histeris “AAAAA...SUARA APAAN TUHHH?????” mungkin dengan muka yang trauma karena mendengar suara udah kaya kodok mencret dan dengan tangan yang menutupi kupingnya dan di dalam hati bergumam “enought..enought..your voice udah kaya kodok mencret kaya gitu nyadar diri kek”. Aku pun kaget setengah baya mendengar teriakan bunda di luar,aku pun menjawab dengan nada yang sangat polos “maaf bun,tadi aku keselek sikat gigi” kwkwkwkwk :D (alasan yang tidak masuk di akal..sungguh tidak). 

Saturday 18 December 2010

CERITA LUCU (sumpah malu sama ketawa sendiri)

Semua orang bahkan binatang liarpun sudah tau klo aku udah ketawa pasti seakan-akan bumi dan langit bersatu dan tidak pernah terpisahkan *lebayyynyaaa ,bahkan klo aku lagi ketawa bener-bener ngakak banget suerrr deh -_-v gak bisa di tahan, gak bisa mingkem pula klo udah ngakak poll je. Pada saat itu juga teman-teman akupun langsung kaboorrrrr seakan-akan gak kenal sama orang aneh yang habis keluar dari kandang monyet dan bisa di bilang orang gila juga sih dan itu... me!!!hanjretttt... sumpah malu setengah mampus diliatin kakak-kakak kelas yang lagi duduk-duduk di loby sekolah, mungkin sampe ada yan bilang “kenapa nih monyet liar kok tiba-tiba ada di sekolah tercinta gue” ehh buseettt ngeri banget klo sampe ngedengerin ada kakak kelas bilang gitu. Bukan hanya itu aja tapi anytime and anywhere aku selalu di cap rusuh, bisa dibilang gelar yg paling cocok buat aku itu, karena klo ada pute pasti slalu aja ada hal-hal aneh yang dibicarakan sampai-sampai ketawa ngakak banget dan selalu bikin heboh. Itu bukan hanya pendapat dari teman-teman deket aja tapi temen-temen yang sebelumnya belum deket banget sama aku aja udah kena semprot dengan ketawa aku yang kaya nenek lampir yg rambutnya berkoar-koar *hihihii. So semua orang pada fun and happy with pute. Eehhhmmm bukan hanya itu aja sih banyak lagi sebenernya, makanya kenal sama aku lebiih dekat lagi ya, mau apa mau apa no hp??alamat rumah?? atau sudah lupakan (sumpah maksa banget). Jadi jangan heran ya klo aku ketawanya gak bisa di kontrol gini tapi klo udah kenal sama aku,aku orangnya cool,baik dan gocul banget deh, gak nyesel heheheee *promosi dab. Tapi jangan kapok juga ya klo aku ketawa pasti selalu gebuk-gebuk orang yg ada di samping aku. Makanya teman-teman sudah tawakal dan sabar banget ngadepin aku yang strees ini.hahahaa :D nih dia foto sahabat" ku di SMA yang setia menemaniku yang selalu ada untukku :) i love you dear :* cium kecup basah beleber